Senin, 31 Oktober 2016

MANOKWARI, MASIHKAH SEBAGAI KOTA INJIL ??

Kota Manokwari, akhir – akhir ini atau kurang lebih 1 tahun belakangan ini sering terjadi aksi-aksi nyata yang berdampak pada kurang stabilnya situasi Keamanan dan ketertiban masyarakat, yakni adanya demo besar-besaran yang dilakukan oleh Umat Kristen di Manokwari dalam upaya menolak pembangunan Masjid Raya di Andai, dalam aksi ini hanya bersifat aksi demo damai yang tidak berkonflik namun dalam 1 minggu terakhir ini situasi dan kondisi keamanan serta ketertiban masyarakat di Kota Manokwari sangat jauh dari yang diharapkan sebagai Kota Injil. Hal ini dikarenakan dikota ini dipertontonkan kepada masyarakat sebuah kondisi dimana hilangnya etika dalam kehidupan sosial bermasyarakat yakni terjadinya perkelahian antar Paguyuban Ojek dan masyarakat pada sekitar tanggal 24 Oktober 2016 dan selang 2 hari yakni pada tanggal 26 Oktober 2016 yang bertepatan dengan HUT GKI di Tanah Papua yang ke 60 terjadi insiden sanggeng yang sebenarnya berawal hanya dari sebuah bungkus nasi namun berujung pada jatuhnya korban baik luka – luka bahkan hilangnya nyawa. Tidak hanya habis disitu karena insiden ini mulai dikaitkan isu – isu SARA dan HAM yang mungkin secara tidak langsung ikut mengganggu stabilitas keamanan nasional yang ditandai dengan dikeluarkan Nota Dinas dari Mabes POLRI pada tanggal 28 Oktober 2016 dengan Nomor : B/ND-35/X/2016/korbrimob yang ditanda tangani Wakil Komandan Korp Brimob POLRI tentang Indonesia dinyatakan Siaga Satu. Situasi dan Kondisi keamanan di Manokwari diperburuk lagi dengan ditemukannya sepasang kekasih yang tidak bernyawa di Amban Pantai pada tanggal 31 Oktober 2016 akibat pembunuhan sadis yang tidak berperikemanusiaan oleh orang yang tidak dikenal.

Dengan melihat beberapa problem yang telah terjadi sepekan ini, pasti akan menimbulkan wacana yang beragam di Masyarakat, entah itu ada wacana SARA yang berujung diskriminatif bagi Penduduk Non Papua ataukah akan muncul lagi isu – isu HAM serta mungkin secara tidak langsung ada yang akan beranggapan bahwa yang terjadi ini semata – mata pengalihan isu dari Insiden sanggeng. Terlepas dari kesemuanya ini, yang terjadi ini merupakan sebuah AUTOKRITIK bagi lembaga keagamaan, pemerintah dan masyarakat serta setiap pribadi kita guna merefleksikan perjalanan hidup serta peranan setiap lembaga baik lembaga keagamaan maupun pemerintah serta stakeholders lainya  dalam upaya untuk menekan serta meminimalisir problem – problem sosial ekonomi yang pada akhirnya akan berujung pada membaiknya kehidupan sosial bermasyarakat yang sudah barang tentu akan menjamin stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang lebih baik.

Pada kesempatan ini saya ingin menyoroti terkait peranan lembaga keagamaan terlebih khusus peranan denominasi gereja secara oikumene untuk ikut menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, mengingat MANOKWARI sebagai KOTA INJIL. Peranan gereja sangat penting, baik dalam hubungan dengan sang pencipta maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mengingat Manokwari telah dicanangkan dan dijuluki sebagai Kota Injil. Namun apakah kehidupan bermasyarakat di Manokwari telah mencerminkan sebagai Kota Injil, ini tantangan yang harus kita jawab bersama melalui Sikap dan Tindakan setiap individu yang hidup diatas Tanah Arfak – Teluk Doreri sebagai Kota Injil. Dalam kesempatan ini juga saya berpandangan kondisi pergerakan dan pelayanan dalam bergereja juga masih mempertahankan keegoisan setiap denominasi gereja yang pada akhirnya akan membuka ruang serta membangun sebuah sikap yang pada akhirnya kehidupan bergereja dalam kaitannya dengan persatuan dan kesatuan bergereja menjadi renggang antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh dalam menyambut HUT PI atau merayakan hari raya PASKAH terkesan setiap kegiatan yang dilakukan masih dalam ruang yang kecil yakni hanya melibatkan gereja – gereja dari denominasi tertentu. Dari sini saja terlihat bahwa sebenarnya Gereja dengan didukung oleh pemerintah serta stakeholders lainnya dapat melakukan suatu kegiatan yang besar pada momentum hari – hari besar Kristen namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan.

Ini hanyalah sebuah refleksi singkat serta pandangan pribadi penulis dengan melihat gejolak social ekonomi yang memicu terjadi konflik dalam kehidupan bermasyarakat sehingga berdampak pada situasi dan kondisi Keamanan serta Ketertiban Masyarakat yang pada akhirnya mengerus nilai – nilai yang kita jaga bersama untuk mewujudkan “MANOKWARI Sebagai KOTA INJIL”.      

Penulis : Mervin Arison Asmuruf
(Mahasiswa Pascasarjana UGM)

1 komentar: