Minggu, 09 Desember 2018

PEMILU 2019 & GENERASI EMAS PAPUA Oleh Mervin Asmuruf



Pemilihan Umum atau sering kita kenal dengan sebutan PEMILU merupakan sebuah pesta demokrasi bangsa yang menjadi agenda Nasional guna bertujuan untuk memilah dan memilih para wakil rakyat baik DPR, DPD dan DPRD Provinsi & Kabupaten/Kota sebagai keterwakilan masyarakat di lembaga parlemen yang kemudian sebagai penyambung aspirasi masyarakatnya. Yang menarik di PEMILU 2019 ini yakni pada tanggal 17 April 2019 nanti, tidak hanya memilih para wakil rakyat namun juga memilih Presiden & Wakil Presiden unutk periode 2019-2024.

Tanah Papua merupakan salah satu daerah yang terintegralkan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Tanah Papua sendiri terdiri dari 2 provinsi yakni Provinsi Papua & Papua Barat serta akan menjadi bagian yang akan diperebutkan oleh mereka yang mempunyai kepentingan untuk duduk di gedung parlemen. Khusus untuk jumlah keterwakilan di DPR RI yang akan diperebutkan oleh Partai Politik yakni Provinsi Papua 10 Kursi & Provinsi Papua Barat 3 Kursi. 

Yang menjadi pertanyaan kemudian yakni dari jumlah keterwakilan wakil rakyat di senayan yang hanya 13 kursi dari ke dua provinsi ini atau hanya sekitar 2% dari jumlah kursi nasional, ditambah lagi dengan tidak semua keterwakilan kursi ini diisi oleh OAP. Ini jumlah yang terlalu sedikit untuk berbicara kepentingan Tanah Papua secara Nasional, jadi dalam kesempatan ini saya berpendapat bahwa untuk mewujudkan Nilai-Nilai PANCASILA terlebih khusus pada sila ke 5 maka untuk menuju PEMILU 2019 harus ada kesempatan lebih bagi OAP untuk duduk & berkarya bagi Negeri Tercinta Indonesia, Hanya dengan Keadilan maka akan ada Pemerataan yang pada akhirnya akan menunjang Percepatan Pembangunan di Tanah Papua sehingga OAP juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam Berpolitik, Pemerintahan & Ekonomi di Indonesia. Hanya dengan itu maka OAP Akan Memerdekakan Diri Dalam Bingkai NKRI.

Generasi Emas Papua telah terdistribusi di berbagai bidang salah satunya Politik, Politik menjadi bagian yang sangat penting dalam Pembangunan karena setiap arah & kebijakan pembangunan sangat ditentukan oleh keputusan-keputusan politik, sehingga Politik saat ini menyentuh sendi-sendi kehidupan dan menyangkut hajat hidup orang banyak, namun dalam konteks Ke-PAPUA-an secara NASIONAL, Manusia Papua belum dioptimalkan oleh para pemangku kepentingan di Bangsa ini, salah satunya di bidang Politik.
Menuju PEMILU 2019, Generasi Emas Papua banyak yang ikut dalam Pesta Demokrasi 5 tahunan ini. Sehingga dalam kesempatan ini saya hanya ingin mengingatkan bahwa sesama OAP, Rumpun Ras Melanesia ataupun Rumpun Bangsa Lain yang sekarang ini telah dan sedang hidup di Atas Negeri Yang Katanya Surga Kecil Yang Jatuh ke Bumi ini, agar menghargai Peribahasa “DIMANA BUMI DIPIJAK, DISITU LANGIT DIJUNJUNG”, mungkin hanya dengan Etika Berpolitik yang santun dan bermoral ini saja yang akan mengangkat harkat dan martabat OAP dalam bingkai NKRI. Mari Menuju PEMILU 2019, Kita Berikan Kesempatan Bagi Generasi Emas Papua Untuk Duduk Sama Rendah & Berdiri Sama Tinggi Dalam Kehidupan Berbangsa & Bernegara di Indonesia

#SALAM

Kamis, 01 November 2018

INKONSISTENSI PRODUK HUKUM NEGARA DALAM PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus UU No. 25 Tahun 2004 & UU No. 23 Tahun 2014) Oleh Mervin Asmuruf


Indonesia merupakan salah satu contoh Negara Hukum yang mempunyai cita-cita mempraktekan nilai-nilai hukum sebagai panglima dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian tetap harus diakui bahwa masih ada banyak kendala atau masalah yang terus bergejolak namun belum dapat diselesaikan dalam koridor hukum Yang Dianut Oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Hukum di Indonesia sendiri kurang lebih terkonsentrasi dalam 3 bagian besar yakni : Hukum Pidana, Perdata & Tata Negara. Khusus dalam penyelengaraan pemerintahan guna mewujudkan tujuan pembangunan sesuai dengan Ideologi Bangsa yakni Pancasila, maka menjadikan Hukum Tata Negara menjadi penting untuk di implementasikan.

Hukum Ketatanegaraan di Indonesia menjadi sebuah bagian yang terintegralkan dari instrumen kebijakan guna penataan konstitusi dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Ketatanegaraan Indonesia selanjutnya di jabarkan dalam urut-urutan konstitusi yang mana menjadikan PANCASILA sebagai Ideologi Bangsa berada pada tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa & bernegara yang selanjutnya butir atau silanya di jabarkan dalam landasan pijak bangsa yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Ini menjadi penting dalam ketatanegaraan dan konstitusi karena produk hukum di bawah Pancasila & UUD 45 tidak boleh bertentangan dengan Ideologi & Landasan Pijak bangsa ini.

Konstitusi berupa produk hukum yang lahir & hadir dalam bingkai NKRI berupa regulasi yang bersifat mengatur & memaksa serta memproteksi kehidupan bangsa & negara dari berbagai pengaruh negatif seperti Intoleransi, Radikalisme serta Ancaman lain baik dari dalam maupun luar NKRI.

Regulasi berupa Undang-Undang (UU) sebagai produk hukum negara disusun oleh Lembaga Eksekutif & dibahas serta ditetapkan oleh Lembaga Legislatif serta diawasi & diuji oleh Lembaga Yudikatif untuk selanjutnya dapat dijabarkan kedalam pentunjuk teknis & pelaksana yang sepanjang tidak bertentangan dengan UU sebagai rujukannya, yang kesemuanya itu bermuara pada Kehidupan Bangsa & Negara Yang Adil, Makmur & Sejahtera.

Urut-Urutan Konstitusi sebagai Produk Hukum Negara yang selanjutnya dijabarkan aturan teknis dan pelaksananya untuk dipedomani dalam penyelenggaraan pengelolaan pemerintahan di Indonesia dari pusat sampai ke daerah. Meskipun demikian terkadang antara produk hukum pada kelas konstitusi yang sama namun satu dengan yang lain kadang tidak berjalan saling menguatkan namun justru terjadi perbedaan dalam substansinya. Yang menjadi masalahnya yakni sama namun berbeda dalam substansinya sehingga kemudian yang akan menjadi rujukan teknis & pelaksananya. sebagai contoh kasus yakni Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional & Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, terdapat beberapa pasal yang justru bertolak belakang yakni jika dalam UU No. 25 tahun 2004 mengamanatkan agar RPJPN ditetapkan melalui UU & RPJMN sebagai turunan dari RPJPN ditetapkan dengan PERPRES, sedangkan untuk RPJPD ditetapkan melalui PERDA & RPJMD ditetapkan dengan PERKADA yang kesemuanya itu paling lambat 3 bulan setelah dilantik, Namun Bab X tetang Pembangunan Daerah dalam UU No. 23 tahun 2014 mengatur tentang regulasi & waktu dalam penetapan dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJPD,RPJMD,RKPD) yakni RPJPD & RPJMD ditetapkan melalui PERDA & paling lambat 6 bulan. Hal yang sama juga diatur dalam PERMENDAGRI No. 86 Tahun 2017 sebagai turunan dari UU No. 23 tahun 2014 yang juga sebagai penganti PERMENDAGRI No. 54 Tahun 2010.

Jika kita telaah secara bersama, maka akan muncul pertanyaan yakni :
1. RPJMN menjadi Domainnya BAPPENAS yang ditetapkan dengan PERPRES tanpa melibatkan Legislatif, lalu kenapa RPJMD di Daerah ditetapkan dalam bentuk PERDA yang melibatkan Legislatif ??
2. Kedua UU ini merupakan Produk Hukum yang telah dibukukan dalam Lembaran Negara yang mana telah melalui sebuah kajian yang mendalam & mendasar dengan melibatkan berbagai macam Tenaga Ahli yang pakar pada bidangnya, namun kenapa substansinya yang sama ini diikat dalam sebuah produk hukum di daerah yang berbeda serta mempunyai kekuatan hukum dalam konstitusi yang berbeda ??
3. Jika Dokumen RPJMD kemudian menjadi sebuah bagian dari penyelenggaraan administrasi pembangunan di daerah yang terintegralkan & bersingungan langsung dengan Isu Strategis & Prioritas RPJMN, maka rujukan UU yang harus diikuti oleh daerah yakni UU SPPN atau UU PEMDA ??
4. UU No. 25 tahun 2004 merupakan Produk Negara atas inisiatif BAPPENAS sedangkan UU No. 23 tahun 2014 juga produk negara namun atas inisiatif KEMENDAGRI, yang kemudian menjadi pertanyaan yakni Lembaga yang akan mengasistensi kesesuaian antar Dokumen RPJMD & RPJMN ??

Kesimpulan
1. Keabsahan Produk berupa Dokumen RPJPD yang diintegrasikan kedalam RPJMN menjadi domain BAPPENAS dengan merujuk ke UU No. 25 tahun 2004
2. Mendagri merupakan perpanjangan tangan Presiden dalam mengurusi urusan pemerintahan di Daerah sehingga produk hukum daerah baik dalam perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Proses Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Evaluasi serta Pertanggung Jawaban Pembangunan Daerah, Kepala Daerah wajib berkonsultasi & berkoordinasi serta melaporkan hasil kepada Presiden melalui Mendagri, sehingga yang menjadi acuan yakni UU No. 23 Tahun 2014 serta petunjuk teknis & pelaksana sebagai turunannya.
3. Untuk menghindari Ego Sektoral alangkah baiknya Dokumen RPJMD di Konsultasikan ke Mendagri sesuai fungsi Koordinasinya ke Daerah & merujuk pada PERPRES RPJMN, namun alangkah baiknya UU No. 25 tahun 2004 direvisi atau diamandemen pasal-pasal substansinya, sehingga tidak bertabrakan.

Saran kepada para Decicion Maker & Regulator sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Proses Penyelenggaraan Pembangunan Nasional agar sedini mungkin dapat meminimalisir berbagai konflik kepentingan yang dibangun secara masih & terstruktur atas dasar ego sektoral lembaga negara maupun daerah sehingga yang terjadi yakni adanya Harmonisasi & Sinkronisasi serta Sinergitas untuk kemudian ber-Kolaborasi dalam mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik & Berwibawa Guna Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan



*Penulis : Mervin Arison Asmuruf

Sabtu, 27 Oktober 2018

PEMUDA Papua Barat di Era-SDGs Oleh Mervin Asmuruf



Pemuda merupakan ujung tombak terdepan yang diharapkan menjadi tongkat estafet untuk meneruskan Pembangunan Sesuai Dengan Cita-Cita Bangsa & Pemuda Papua Barat telah menjadi bagian yang tidak terlepas dalam kerangka guna mewujudkan cita-cita bangsa dimaksud.

Kerangka Pikir Sustainable Development Goals (SDGs) yang kemudian menjadi Konsep Dasar dalam Pembangunan pada saat ini, guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di segala bidang.
Konsep SDGs sangat menuntut partisipasi Pemuda terlebih khusus Pemuda Papua Barat untuk mempersiapkan diri serta lebih jelih dalam melihat & ikut menyelesaikan masalah-masalah Sosial Ekonomi yang saat ini sedang menggerogoti kehidupan masyarakat & generasi penerus Papua Barat yang di kemudian hari akan menjadi bagian dari cita-cita SDGs.

Peran Organisasi Pemuda sudah barang tentu menjadi payung hukum untuk ikut mengakomodasi serta advokasi kepentingan pemuda dalam mempersiapkan diri untuk turut serta berperan baik dalam Dunia Pendidikan, Politik maupun Ekonomi, sehingga akan lebih banyak lagi Anak Muda Papua Barat yang berpendidikan baik & terdistribusi dalam semua sektor untuk kemudian menjawab tantangan Global yang semakin Kompetitif sebagai tujuan dari SDGs di Masa Mendatang

Keterlibatan semua elemen Pemuda Papua Barat untuk turut serta dalam menyelesaikan setiap problem sudah barang tentu menjadi tanggung jawab bersama yakni sebagai contoh Kehadiran Elemen Pemuda dalam Aksi-Aksi Kampanye Sosial untuk menghindarkan Generasi Emas Papua Barat yang saat ini sedang terjangkit masalah sosial seperti MIRAS, NARKOBA, SEX BEBAS & AIBON Ataupun FOX, yang saat ini telah diperparah lagi dengan Pembunuhan, Pencurian Ataukah Pemerkosaan dikemudian hari. Sebab mereka inilah yang kemudian akan mengisi pembangunan dimasa yang akan datang sesuai dengan cita-cita SDGs.

Hari ini banyak anak muda papua barat telah menunjukan semua kemajuan yang positif, namun yang menjadi pertanyaan kemudian yakni :
Apakah Saya, Kita, Kalian & Mereka telah terlibat aktif dalam menyelesaikan Problem Sosial Ekonomi seperti yang telah dikemukakan dalam tulisan ini ??
Ataukah kemudian setiap Kita hanya berpikir Pragmatis untuk Kepentingan Diri Sendiri, Kelompok & Golongan namun tidak saling membesarkan sesama Anak Muda Papua Barat ??

Ini Merupakan Sebuah Pernyataan AUTOKRITIK bagi Setiap Kita agar tidak memanfaatkan Potensi Diri, Organisasi serta Kelompok Pemuda Lain untuk menjadi kendaraan guna mencapai Tujuan.

#KalauKoAnakPapua
#MariMenjawab
#Salam

Minggu, 10 Juni 2018

Opini : Anak Asli Papua Dalam Birokrasi Pasca Hasil Akhir Seleksi Terbuka JPT di Provinsi Papua Barat Oleh Mervin Asmuruf







Proses Pelelangan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat Yang Mencakup Seleksi Administrasi, Psikotest, Test Kemampuan, FGD & Wawancara Serta Presentasi Telah Selesai Dilaksanakan
Tepat Pada Tanggal 7 Juni 2018 Yang Lalu Telah Diumumkan 3 Besar Pada Setiap Jabatan Yang Dilelang Yakni 14 Jabatan (Minus Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan), Yang Menarik Disini Untuk Kita Diskusikan Yakni Dari Peserta Yang Lolos 3 Besar Jumlah Orang Papua Justru Lebih Sedikit Yakni 19 Orang (45%) Dari 42 Nama Dalam Surat Keputusan Panitia Seleksi & Bahkan Di 3 Jabatan Yakni Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan, Kepala Dinas Kominfo,  Persandian & Statistika Serta Kepala Biro Hukum Tidak Terdapat 1 Orang Anak Papua Dari 3 Nama Pada 3 Jabatan Itu.
Kita Semua Harus Mengapresiasi Hasil Kerja  Panitia Seleksi Yang Telah Berkerja Hingga Akhirnya Mendapatkan Nama 3 Besar Pada Setiap Jabatan, Dimana Hasil Kerja Panitia Seleksi Berdasarkan Tahapan Telah Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Terkait Lelang Jabatan, Sehingga Dari Hasil Seleksi Ini, Kemudian Diharapkan Mereka Yang Akan Dipilih Oleh Gubernur & Wakil Gubernur Untuk Mengisi Kekosongan Jabatan Adalah Mereka Yang Benar-Benar Memiliki Kompetensi Untuk Kemudian Dapat Menyuseskan Visi-Misi Pembangunan Papua Barat.
Terlepas Dari Kompetensi Sebagai Rujukan Normatif  Untuk Menentukan Nama-Nama Tersebut, Saya Secara Pribadi Menilai Bahwa Setidaknya Harus Ada Kebijakan Dalam Rangka Pemberdayaan Orang Asli Papua Dalam Birokrasi Pemerintahan di Tanah Papua. Jika Mengukur Secara Matematis Persentase Serta Jumlah OAP Lebih Sedikit Jika Dibandingkan Dengan Saudara-Saudara Kita Non Papua, Kita Semua Berharap Bahwa Setidaknya Dalam Penentuan Pejabat Nantinya Gubernur & Wakil Gubernur Harus Mempertimbangkan Kekhususan OAP Untuk Selanjutnya Bersama Bekerja Membangun Papua Barat Tercinta.
Dari 14 Jabatan Yang Dilelang, 3 Diantaranya Tidak Terdapat Anak Papua Seperti Yang Telah Dikemukakan Diatas, Sehingga Akan Hanya Tersisa 11 Jabatan Yang OAP Mempunyai Peluang Untuk Dapat Mendudukinya & Apabila Kita Presentasekan 80% OAP : 20% Non OAP, Maka Seharusnya Sisa 11 Jabatan Harus Menjadi Milik Anak Asli Papua Yang Sesuai Ketentuan Berlaku Telah Lolos 3 Besar.

Membangun Dengan Hati, Mempersatukan Kasih
#Salam

Senin, 28 Mei 2018

Mervin Arison Asmuruf : Sudah Finalkah Hasil Kerja Tim Rekonsiliasi Kab. Maybrat ??


Undang-Undang No. 13 Tahun 2009 menjadi pertanda lahirnya Kab.  Maybrat sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua Barat
Menurut Pasal 7 UU tersebut menyatakan Ibu Kota Kab. Maybrat berkedudukan di Kumurkek,  Namun sebagai Negara Demokratis maka setiap warga negara boleh datang ke muka hukum untuk selanjutnya melakukan Pengujian  UU terhadap UUD 1945. Atas alasan pertimbangan itulah Bupati Maybrat Definitif 2011-2016 pada tahun 2013 selanjutnya melakukan peninjauan kembali atas Pasal 7 UU No. 13 Tahun 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sesuai Keputusan MK No. 66/PUU-XI/2013, dimana dalam amar putusan menyebutkan Pasal 7 UU No. 13 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD 1945 selama tidak dimaknai Ibu Kota Kab. Maybrat di Ayamaru, jika demikian maka saat ini Kab. Maybrat tidak mempunyai Ibu Kota. Selanjutnya untuk menyelesaikan pergumulan panjang masyarakat maybrat pada awal tahun 2018 ini Pemerintah Provinsi Papua Barat membentuk Tim Rekonsiliasi Ibu Kota Kab. Maybrat yang diketuai oleh Drs.  Otto Ihalauw. Hasil Kerja Otto Ihalauw Cs selama kurang lebih 1 bulan yang kemudian pada Senin,  28 Mei 2018 di Presentasekan dihadapan Mendagri Tjahyo Kumolo.

Yang menjadi pertanyaan kemudian yakni pasca putusan MK terjadi ruang kosong terkait Ibu Kota Kab.  Maybrat & apakah hasil kerja Otto Cs selanjutnya akan diputuskan Mendagri dapat mengisi kekosongan hukum sebagai amanat konstitusi mengenai letak ibu kota ??

Dalam kesempatan ini saya ingin berpendapat & memberikan Opsi atas problem ini yakni :
1. Sesuai dengan Amar Putusan MK maka apabila Ibu Kota di Kumurkek ataupun Ayamaru dianggap Inkonstitusional & bertentangan dengan UUD 1945
2. Kekosongan Hukum atas Pasal 7 UU No 13 Tahun 2009 tidak dapat diisi dengan Hasil Kerja Tim Rekonsiliasi & Keputusan Mendagri sebab hasil kerja Tim Rekonsiliasi & Keputusan Mendagri harus mengacu pada Hirarki Konstitusi yang mana aturan yang lebih rendah tidak dapat megugurkan aturan lebih tinggi & jika syarat ini berlaku maka dengan sendirinya mengugurkan Hasil Kerja Tim Rekonsiliasi Serta Keputusan Mendagri
3. Untuk mengisi celah hukum pasca putusan MK maka yang seharusnya dilakukan yakni Hasil Kerja Otto Cs hanya bersifat penyampaian aspirasi serta situasi kondisi kehidupan sosial masyarakat maybrat & bukan sebagai satu-satunya dasar untuk pengambilan keputusan sebab pengambilan keputusan harus sesuai dengan ruang konstitusi yang ada di NKRI.
4. Semua Masyarakat Maybrat harus berbesar hati menerima Keputusan Ibu Kota sesuai kontitusi yang berlaku & secara khusus Masyarakat Saya yang sudah terdikotomi dalam 2 kelompok yakni Kumurkek & Ayamaru harus dapat menerima serta bersama mencari solusi lain terkait letak ibu kota guna pada akhirnya roda pemerintahan & pelayanan publik serta pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat maybrat dapat segera terwujud.

Dari Uraian ini, Saya berkesimpulan bahwa :
1. Hasil Kerja Tim Rekonsiliasi hanya sebatas informasi dan tidak secara langsung digunakan sebagai penentuan ibu kota Maybrat.
2. Selama tidak bertentangan dengan Putusan MK, Hasil Kerja Tim Rekonsiliasi harus mampu menawarkan opsi lain terkait letak ibu kota untuk selanjutnya menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan guna mengisi kekosongan hukum pasal 7 UU No. 13 tahun 2009.
3. Untuk memperpendek rentan kendali pelayanan publik & pembangunan maka  setidaknya opsi lain yang dapat ditawarkan yakni Ibu Kota Maybrat berkedudukan di Fategomi (Segitiga Emas Maybrat)
4. Mengingat kondisi keuangan negara yang sedang defisit serta memoratorium pemekaran DOB maka Opsi Pemekaran DOB di Bumi A3 bukan solusi yang tepat

Satu Bahasa, Satu Budaya & Satu Adat
Maybrat-Ku, Maybrat-Mu
Maybrat Untuk Semua

Salam Restorasi Maybrat

Kamis, 26 April 2018

PESTA DEMOKRASI & HAK POLITIK ORANG ASLI PAPUA By Mervin Asmuruf



PEMILU merupakan Pesta Demokrasi yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali di Indonesia guna menyaring dan memilih Anggota DPR RI, DPD RI, DPR Provinsi, Kab/Kota untuk selanjutnya menjadi perpanjangan tangan masyarakat guna menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat yang diwakilinya. PEMILU juga merupakan Hak Politik bagi setiap anak bangsa untuk mencapai tujuannya, namun yang harus kita pahami bersama bahwa Pesta Demokrasi itu sendiri adalah Pesta Rakyat untuk memberikan Punishment dan Reward bagi Putra-Putri terbaik bangsa. PEMILU sendiri didalam Konstitusi Pelaksanaannya di atur dalam Undang-Undang No 7 tahun 2017 yang kemudian akan di Integrasikan menjadi Peraturan KPU (PKPU) sebagai Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PEMILU.
Tanah Papua merupakan bagian Integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang juga akan ikut berpartispasi dalam Pesta Demokrasi 2019 mendatang, namun dalam kenyataannya Wilayah Administrasi Pemerintahan di Tanah Papua diatur dalam Amanat Kontitusi yakni Undang-Undang Otonomi Khusus, yang mana telah mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua dengan menjadi Tuan di Atas Tanahnya Sendiri. Namun yang perlu kita ketahui bersama bahwa Amanat Undang-Undang OTSUS belum mempunyai turunan yang secara konstitusional mengatur Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua. Hal ini menjadi penting karena sampai saat ini hampir 80% Pejabat di Tanah Papua adalah Anak Asli Papua tetapi yang harus kita sadari bersama Para Putra-Putri terbaik dari Tanah Papua belum mampu menyiapkan sebuah Grand Desain Kontitusi yang sedikit banyak dapat memproteksi hak-hak dasar orang asli papua yang selanjutnya akan mengangkat harkat & martabat Orang Asli Papua di segala bidang.
Hak Politik Orang Asli Papua telah diatur dalam pasal 6  Ayat 2 yakniDPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ayat 4 menegaskan bahwa Jumlah anggota DPRP adalah 1¼ (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPR Provinsi sebagaimana diaturdalam peraturan perundang-undangan, juga dalam Pasal 28 Bab VII Undang-Undang OTSUS tentang Partai Politik yang mana telah mengamanatkan Orang Asli Papua untuk setidaknya dapat membentuk Partai Politik untuk kemudian dapat mengakomodir Kepentingan Politik Orang Asli Papua, juga dalam pasal 28 Ayat 3 telah menegaskan bahwaRekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua dan Ayat 4 yakni Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing.
Jadi jika telaah bersama mengenai Pesta Demokrasi dan Hak Politik Orang Asli Papua, yang menjadi titik kelemahan yakni belum tersedianya aturan pelaksana berupa PERDASUS agar secara kontitusional dapat mengakomodir Kepentingan Politik Orang Asli Papua.
Pada kesempatan ini juga saya ingin menawarkan Strategi untuk dapat mengakomodir Hak Politik Orang Asli Papua yakni : Pemerintah menyiapkan aturan dan mendorong Prosentase Orang Asli Papua pada setiap daerah pemilihan di Tanah Papua melalui Proses Seleksi dan Rekrutment Calon Legislatif pada setiap Partai Politik serta Adanya Petunjuk Pelaksana & Petunjuk Teknis mengenai Kuota Anggota DPR Provinsi yang diangkat namun melalui mekanisme PEMILU. Hanya melalui Strategi ini Prosentase Calon Legislatif Orang Asli Papua akan tersebar merata di semua daerah pemilihan dan semua Partai Politik yang ada di Tanah Papua, sehingga pada gilirannya peluang keterpilihan Orang Asli Papua di Legislatif meningkat.

Jumat, 20 April 2018

Kartini Jaman Now Oleh Mervin Asmuruf

KARTINI Tidak Harus Ber-KEBAYA Tapi Juga Harus Bercawat Hingga Ber-BATIK Bahkan Ber-NOKEN

Setiap tahun tanggal 21 april selalu dirayakan sebagai Hari Emansipasi Wanita atau lebih dikenal dengan Hari Kartini,  Ini merupakan suatu peringatan bagi seorang tokoh wanita bernama R A. Kartini yang  dengan segala daya & upaya telah berhasil mengangkat harkat & martabat Perempuan Indonesia agar setidaknya dapat berdiri sama tinggi & duduk sama rendah dengan laki-laki.

Perjuangannya dulu kini telah membuahkan hasil sehingga dapat kita lihat kiprah para Wanita Indonesia baik dalam Dunia Pendidikan, Seni, Pemerintahan, Politik dan Masih Banyak lagi posisi yang selama ini hanya di duduki oleh kaum pria namun  kini dapat  di isi oleh kaum wanita.

Pada hari yang berbahagia Ini, Saya ingin sedikit bercerita mengenai Wanita Indonesia melalui pengalaman yang saya alami yakni waktu saya wisuda Pendidikan Magister di Universitas Gadjah Mada setahun silam yakni pada hari Rabu,  19 april 2017 bertempat di Graha Sabha Permana UGM yang mana dari hampir 2000 an Wisudawan/i, Wanita Indonesia yang di wisuda sekitar 65% dengan presentase Lulusan Terbaik yakni 60%. Ini Sebuah pertanda bahwa wanita Indonesia kini telah sejajar dengan Pria.

Negeri Cenderawasih Tanah Papua mempunyai cerita tersendiri bagi Trend perkembangan perempuan papua. Perempuan Papua hari ini telah banyak Ikut berpartisipasi dalam pembangunan di segala bidang di Tanah Papua diantaranya menjadi tenaga pendidik Guru & Dosen,  Tenaga Medis Suster & Dokter Serta Politisi & Kaum Birokrat,  Mereka semua telah mengisi pembangunan di Tanah Papua sesuai dengan Talenta yang di berikan Tuhan.

Busana KARTINI sendiri selalu indentik dengan Kebaya padahal jika kita simak bersama Para Wanita Indonesia ini mempunyai latar belakang Etnik, adat & budaya yang berbeda sehingga mereka juga mempunyai kearifan local dalam berbusana sesuai dengan Etnis Mereka, Jadi biarkanlah Mereka Ber-CAWAT, Ber-BATIK & Ber-NOKEN Karena dari situlah terpancar dari mana Mereka Datang.

Habis Gelap Terbitlah Terang
Teruslah Berjalan Maju Kartini Jaman Now