Minggu, 23 April 2017

Jimmi D Ijie : Meneropong Arah Putusan MK Atas PHPU Maybrat




MENCOBA MENEROPONG ARAH PUTUSAN MK ATAS PHPU MAYBRAT

Menarik untuk menyimak perseteruan antara dua kubu yg sedang bertarung di MK terkait dengan sengketa perselisihan
Hasil perolehan suara pemilihan umum kepala daerah kabupaten Maybrat. Para pendukung masing2 pihak saling
Mengklaim bahkan salah satu pihak sudah sangat yakin kalau kubu merekalah yang menang bahkan sudah pasti menang.
Maka tidak heran jika merekapun mengklaim kalau keputusan pleno kpu Mahbrat yg menempatkan pasangan nomor urut 1
(SAKO) sebagai pemenang oleh sebab itu, sidang di MK ini hanyalah formalitas belaka. Sebaliknya pihak ykg lain jg yakin kalau
 merekalah yang akan memenangkan pertarungan ini.

Untuk itu kami mencoba mengajak kita semua stakeholders Maybrat untuk mengedapkan nalar dan logika berpikir yg sehat
tanpa diboncengi oleh kepentingan2 sesaat lalu menyebarkan informasi yg sesat bahkan provokatif yg pada akhirnya
Mengobankan rakyat kecil yg tdk berdosa, yg tdk mengerti apa2 bahkan jg nantinya tidak akan turut serta menikmati kue kekuasaan
yang sedang diperebutkan ini.

Bahwa MK sejak beberapa tahun terakhir sudah menerapkan suatu terobosan hukum yg sangat monumental dalam sejarah
Penegakan hukum di republik tercinta ini. ADA azaz hukum yg dipakai dlm menguji setiap perkara di MK khususnya Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum (PHPU) yaitu nullus commodum capere potest de injuria sua propia (tidak seorang pun blh diuntungkan oleh
penyimpangan dan pelanggaran yg dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran
Yang dilakukan oleh orang lain. MK bukan Mahkamah kalkulator sehingga hanya menghitung perolehan suara semata tetapi harus
menggali dan mengelaborasi bagaimana sesungguhnya suara itu diperoleh, apakah dari suatu proses yg benar, adil, dan transparan ataukah sebaliknya. Sebab menurut MK, penyimpangan proses dan tahapan pemilukada akan berpengaruh terhadap hasil akhir
perolehan suara masing2 pasangan calon. Dengan demikian menurut MK, tidak satu pun pasangan calon pemilukada yg blh diuntungkan
dalam perolehan suara akibat terjadinya pelanggaran konstitusi dan prinsip keadilan dalam pemilukada.

Dalam pertimbangan beberapa sengketa PHPU yg sdh kami ikuti, MK menyatakan bhw tdk blh membiarkan aturan2 keadilan prosedural
Memasung dan mengesamlingkan keadilan substantif krn fakta2 hukum yg ada merupakan pelanggaran konstitusi, khususnya psl 18 ayat (4) UUD 1945 yg mengharuskan pemilukada dilakukan secara demokratis dan tdk melanggar asas22 pemilu yang brsifat LUBER dan JURDIL
berdasarkan ketentuan psl 22E Ayat (1) UUD 1945.

Dengan demikian, untuk mengetahui apakah kita menang atau kalah, cukup kita introspeksi diri kita dengan melihat fakta2 yg
Terungkap dalam persidagan pembuktian kemarin, apakah tidak ada kecurangan, manipulasi dan lain2. Apakah
Tdk ada kekerasan baik fisik maupun psikis yg terjadi dengan maksud menghalangi atau menghilangkan hak org utk menggunakan
suaranya untuk memilih calon yg dikehendakinya? Jadi sesungguhnya sederhana saja.

Putusan seadil2nya

Melihat fakta persidangan dan bukti2 yg diajukan oleh pihak pemohon, kami melihat, para majelis berusaha menemukan kebenaran substantif dalam perkara Maybrat dengan mengejar para saksi baik dari pihak termohon maupun terkait yg umumnya justru kesaksiannya semakin memperkuat kesaksian pihak pemohon. Maka kemungkinan2 yg akan terjadi yaitu pertama MK akan menyatakan diskualifikasi suara yg diperoleh dari sejumlah TPS tertentu yg menurut keyakinan majelis diperoleh dengan cara menabrak konstitusi dan kemudian MK juga akan memutus PSU terhadap sejumlah TPS yang sengaja menghalangi atau menghilangkan hak suara org yg sudah dirancang sebelumnya agar mengunggulkan pasangan tertentu atau ada org yg dengan sadar merampas hak org dengan dalih org2 tersebut tidak tahu baca tulis alias BH.

BAHWA MK dalam memutus suatu perkara harus memperhatikan bukti2 dan keyakinan hakim itu sendiri. Hal ini diatur secara jelas dalam
Ketentuan pasal 45 ayat (1) UU MK yang menyatakan bahwa Mahkamah konstitusi memutus perkara berdasarkan UUD 45 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Lalu ayat (2) menyatakan bahwa putusan MK yg mengabulkan permohonan harus didasarkan pada
Sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.

Nah, dalam persidangan pembuktian sengketa hasil suara pemilukada Maybrat kemarin, pihak pemohon sudah menghadirkan lebih dari dua alat bukti yg dimaksud antara lain saksi2 dan dokumen visual serta surat2 KPU dan PANWAS yg dikeluarkan nampaknya tidak berdasarkan hukum.

Dengan analisa ini saya tdk bermaksud mengatakan bahwa pihak A menang lalu pihak B kalah atau sebaliknya, tetapi marilah kita simpulkan
Sendiri.,ini hanya analisa personal yg mungkin jg tdk benar apalagi dengan melihat wajah peradilan kita semakin suram akibat dominannya
Peran para Markus alias makelar kasus di peradilan kita. Tetapi apakah setelah OTT terhadap mantan ketua dan anggota Hakim MK bebrapa waktu yg baru lalu, masih adakah yg mau nekat mengorbankan karier dan masa depan anak cucu mereka....???

Terima kasih. Mari kita bertukar pikiran secara sehat. Kami menunggu kritik dan tanggapan saudara2 anak2 Maybrat.