Dengan melihat beberapa problem yang telah terjadi sepekan ini, pasti akan menimbulkan wacana yang beragam di Masyarakat, entah itu ada wacana SARA yang berujung diskriminatif bagi Penduduk Non Papua ataukah akan muncul lagi isu – isu HAM serta mungkin secara tidak langsung ada yang akan beranggapan bahwa yang terjadi ini semata – mata pengalihan isu dari Insiden sanggeng. Terlepas dari kesemuanya ini, yang terjadi ini merupakan sebuah AUTOKRITIK bagi lembaga keagamaan, pemerintah dan masyarakat serta setiap pribadi kita guna merefleksikan perjalanan hidup serta peranan setiap lembaga baik lembaga keagamaan maupun pemerintah serta stakeholders lainya dalam upaya untuk menekan serta meminimalisir problem – problem sosial ekonomi yang pada akhirnya akan berujung pada membaiknya kehidupan sosial bermasyarakat yang sudah barang tentu akan menjamin stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang lebih baik.
Pada kesempatan ini saya ingin menyoroti terkait peranan lembaga keagamaan terlebih khusus peranan denominasi gereja secara oikumene untuk ikut menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, mengingat MANOKWARI sebagai KOTA INJIL. Peranan gereja sangat penting, baik dalam hubungan dengan sang pencipta maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mengingat Manokwari telah dicanangkan dan dijuluki sebagai Kota Injil. Namun apakah kehidupan bermasyarakat di Manokwari telah mencerminkan sebagai Kota Injil, ini tantangan yang harus kita jawab bersama melalui Sikap dan Tindakan setiap individu yang hidup diatas Tanah Arfak – Teluk Doreri sebagai Kota Injil. Dalam kesempatan ini juga saya berpandangan kondisi pergerakan dan pelayanan dalam bergereja juga masih mempertahankan keegoisan setiap denominasi gereja yang pada akhirnya akan membuka ruang serta membangun sebuah sikap yang pada akhirnya kehidupan bergereja dalam kaitannya dengan persatuan dan kesatuan bergereja menjadi renggang antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh dalam menyambut HUT PI atau merayakan hari raya PASKAH terkesan setiap kegiatan yang dilakukan masih dalam ruang yang kecil yakni hanya melibatkan gereja – gereja dari denominasi tertentu. Dari sini saja terlihat bahwa sebenarnya Gereja dengan didukung oleh pemerintah serta stakeholders lainnya dapat melakukan suatu kegiatan yang besar pada momentum hari – hari besar Kristen namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan.
Ini hanyalah sebuah refleksi singkat serta pandangan pribadi penulis dengan melihat gejolak social ekonomi yang memicu terjadi konflik dalam kehidupan bermasyarakat sehingga berdampak pada situasi dan kondisi Keamanan serta Ketertiban Masyarakat yang pada akhirnya mengerus nilai – nilai yang kita jaga bersama untuk mewujudkan “MANOKWARI Sebagai KOTA INJIL”.
Penulis : Mervin Arison Asmuruf
(Mahasiswa Pascasarjana UGM)