Kamis, 01 November 2018

INKONSISTENSI PRODUK HUKUM NEGARA DALAM PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus UU No. 25 Tahun 2004 & UU No. 23 Tahun 2014) Oleh Mervin Asmuruf


Indonesia merupakan salah satu contoh Negara Hukum yang mempunyai cita-cita mempraktekan nilai-nilai hukum sebagai panglima dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian tetap harus diakui bahwa masih ada banyak kendala atau masalah yang terus bergejolak namun belum dapat diselesaikan dalam koridor hukum Yang Dianut Oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Hukum di Indonesia sendiri kurang lebih terkonsentrasi dalam 3 bagian besar yakni : Hukum Pidana, Perdata & Tata Negara. Khusus dalam penyelengaraan pemerintahan guna mewujudkan tujuan pembangunan sesuai dengan Ideologi Bangsa yakni Pancasila, maka menjadikan Hukum Tata Negara menjadi penting untuk di implementasikan.

Hukum Ketatanegaraan di Indonesia menjadi sebuah bagian yang terintegralkan dari instrumen kebijakan guna penataan konstitusi dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Ketatanegaraan Indonesia selanjutnya di jabarkan dalam urut-urutan konstitusi yang mana menjadikan PANCASILA sebagai Ideologi Bangsa berada pada tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa & bernegara yang selanjutnya butir atau silanya di jabarkan dalam landasan pijak bangsa yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Ini menjadi penting dalam ketatanegaraan dan konstitusi karena produk hukum di bawah Pancasila & UUD 45 tidak boleh bertentangan dengan Ideologi & Landasan Pijak bangsa ini.

Konstitusi berupa produk hukum yang lahir & hadir dalam bingkai NKRI berupa regulasi yang bersifat mengatur & memaksa serta memproteksi kehidupan bangsa & negara dari berbagai pengaruh negatif seperti Intoleransi, Radikalisme serta Ancaman lain baik dari dalam maupun luar NKRI.

Regulasi berupa Undang-Undang (UU) sebagai produk hukum negara disusun oleh Lembaga Eksekutif & dibahas serta ditetapkan oleh Lembaga Legislatif serta diawasi & diuji oleh Lembaga Yudikatif untuk selanjutnya dapat dijabarkan kedalam pentunjuk teknis & pelaksana yang sepanjang tidak bertentangan dengan UU sebagai rujukannya, yang kesemuanya itu bermuara pada Kehidupan Bangsa & Negara Yang Adil, Makmur & Sejahtera.

Urut-Urutan Konstitusi sebagai Produk Hukum Negara yang selanjutnya dijabarkan aturan teknis dan pelaksananya untuk dipedomani dalam penyelenggaraan pengelolaan pemerintahan di Indonesia dari pusat sampai ke daerah. Meskipun demikian terkadang antara produk hukum pada kelas konstitusi yang sama namun satu dengan yang lain kadang tidak berjalan saling menguatkan namun justru terjadi perbedaan dalam substansinya. Yang menjadi masalahnya yakni sama namun berbeda dalam substansinya sehingga kemudian yang akan menjadi rujukan teknis & pelaksananya. sebagai contoh kasus yakni Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional & Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, terdapat beberapa pasal yang justru bertolak belakang yakni jika dalam UU No. 25 tahun 2004 mengamanatkan agar RPJPN ditetapkan melalui UU & RPJMN sebagai turunan dari RPJPN ditetapkan dengan PERPRES, sedangkan untuk RPJPD ditetapkan melalui PERDA & RPJMD ditetapkan dengan PERKADA yang kesemuanya itu paling lambat 3 bulan setelah dilantik, Namun Bab X tetang Pembangunan Daerah dalam UU No. 23 tahun 2014 mengatur tentang regulasi & waktu dalam penetapan dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJPD,RPJMD,RKPD) yakni RPJPD & RPJMD ditetapkan melalui PERDA & paling lambat 6 bulan. Hal yang sama juga diatur dalam PERMENDAGRI No. 86 Tahun 2017 sebagai turunan dari UU No. 23 tahun 2014 yang juga sebagai penganti PERMENDAGRI No. 54 Tahun 2010.

Jika kita telaah secara bersama, maka akan muncul pertanyaan yakni :
1. RPJMN menjadi Domainnya BAPPENAS yang ditetapkan dengan PERPRES tanpa melibatkan Legislatif, lalu kenapa RPJMD di Daerah ditetapkan dalam bentuk PERDA yang melibatkan Legislatif ??
2. Kedua UU ini merupakan Produk Hukum yang telah dibukukan dalam Lembaran Negara yang mana telah melalui sebuah kajian yang mendalam & mendasar dengan melibatkan berbagai macam Tenaga Ahli yang pakar pada bidangnya, namun kenapa substansinya yang sama ini diikat dalam sebuah produk hukum di daerah yang berbeda serta mempunyai kekuatan hukum dalam konstitusi yang berbeda ??
3. Jika Dokumen RPJMD kemudian menjadi sebuah bagian dari penyelenggaraan administrasi pembangunan di daerah yang terintegralkan & bersingungan langsung dengan Isu Strategis & Prioritas RPJMN, maka rujukan UU yang harus diikuti oleh daerah yakni UU SPPN atau UU PEMDA ??
4. UU No. 25 tahun 2004 merupakan Produk Negara atas inisiatif BAPPENAS sedangkan UU No. 23 tahun 2014 juga produk negara namun atas inisiatif KEMENDAGRI, yang kemudian menjadi pertanyaan yakni Lembaga yang akan mengasistensi kesesuaian antar Dokumen RPJMD & RPJMN ??

Kesimpulan
1. Keabsahan Produk berupa Dokumen RPJPD yang diintegrasikan kedalam RPJMN menjadi domain BAPPENAS dengan merujuk ke UU No. 25 tahun 2004
2. Mendagri merupakan perpanjangan tangan Presiden dalam mengurusi urusan pemerintahan di Daerah sehingga produk hukum daerah baik dalam perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Proses Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Evaluasi serta Pertanggung Jawaban Pembangunan Daerah, Kepala Daerah wajib berkonsultasi & berkoordinasi serta melaporkan hasil kepada Presiden melalui Mendagri, sehingga yang menjadi acuan yakni UU No. 23 Tahun 2014 serta petunjuk teknis & pelaksana sebagai turunannya.
3. Untuk menghindari Ego Sektoral alangkah baiknya Dokumen RPJMD di Konsultasikan ke Mendagri sesuai fungsi Koordinasinya ke Daerah & merujuk pada PERPRES RPJMN, namun alangkah baiknya UU No. 25 tahun 2004 direvisi atau diamandemen pasal-pasal substansinya, sehingga tidak bertabrakan.

Saran kepada para Decicion Maker & Regulator sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Proses Penyelenggaraan Pembangunan Nasional agar sedini mungkin dapat meminimalisir berbagai konflik kepentingan yang dibangun secara masih & terstruktur atas dasar ego sektoral lembaga negara maupun daerah sehingga yang terjadi yakni adanya Harmonisasi & Sinkronisasi serta Sinergitas untuk kemudian ber-Kolaborasi dalam mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik & Berwibawa Guna Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan



*Penulis : Mervin Arison Asmuruf